BAB 10
Agama
dan Masyarakat
1. Agama dalam Masyarakat
I.) Pengertian Agama dalam
Masyarakat
Pengertian
Agama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan
kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama
lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan
kepercayaan tersebut.
Sejumlah
agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan
budaya. Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia
adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4%
kepercayaan lainnya.
Dalam
UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih
dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin semuanya akan kebebasan untuk
menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara
resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha
dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
Berdasar
sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan
kultur di dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab,
dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah
dibuat untuk menyesuaikan kultur di Indonesia.
Berdasarkan
Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh
penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu
Cu (Confusius)”.
Islam
: Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan
88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat
dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya
agama islam ke Indonesia melalui perdagangan.
1.) Hindu
: Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi,
bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan
sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.
2.) Kristen Katolik
: Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama
abad ketujuh di Sumatera Utara. Dan pada abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat
Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan
bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang
rempah-rempah.
3.) Kristen Protestan
: Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC),
pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses
berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini
berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan
para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah
barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.
4.) Konghucu
: Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang
Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba
di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitik
beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.
5.) Budha
: Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad
keenam masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah
Hindu.
II.) Fungsi Agama dalam Masyarakat
Masyarakat
dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di
masyarakat yang tidak dapat dipecahakan
secara empiris karena adanya
keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama
menjalankan fungsinya sehingga
masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan
sebagainya. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
1.) Fungsi edukatif.
Agama
memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya
(fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan
lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi)
pendalaman rohani, dsb.
2.) Fungsi penyelamatan.
Bahwa
setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun
sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama.
Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk
teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan
ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan.
3.) Fungsi pengawasan sosial
(social control)
Fungsi
agama sebagai kontrol sosial yaitu :
a.)
Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral ( yang dianggap baik
)dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
b.)
Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi
kehidupan moral warga masyarakat.
4.) Fungsi Kontrol Sosial.
Ajaran
agama membentuk penganutnya makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti,
kemaksiatan, kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini
juga mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang
merasuki sistem kehidupan yang ada.
5.) Fungsi Pemupuk Rasa
Solidaritas.
Bila
fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan
berdiri tegak menjadi pilar “Civil Society” (kehidupan masyarakat) yang
memukau.
6.) Fungsi Pembaharuan.
Ajaran
agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi
kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen
perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
7.) Fungsi Kreatif.
Fungsi
ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat
beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
8.) Fungsi Sublimatif (bersifat
perubahan emosi).
Ajaran
agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi,
melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan
norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu
adalah ibadah.
III.) Dimensi Komitmen Agama
Perkembangan
iptek mempunyai konsekuensi penting bagi agama.Sekulerisai cenderung
mempersempit ruang gerak kepercayaan dan pengalaman keagamaan. Kebanyakan agama
yang menerima nilai- nilai institusional baru adalah agama – agama aliran semua
aspek kehidupan.
pada
komitmen agama. Menurut Roland Robertson (1984), dimensi komitmen agama
diklasifikasikan menjadi :
a.)
Dimensi keyakinan mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius
akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran
ajaran-ajaran tertentu.
b.)
Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan
untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang
berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal,
perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan
relatif spontan.
c.)
Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap
religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan
upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
d.)
Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku
perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
e.)
Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan
tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai
pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu
berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang
singkat.
f.)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki konsekuensi paling penting
bagi agama. Akibatnya adalah masyarakat makin terbiasa menggunakan metode
empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalh
kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas dan
sering kali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral.Umumnya, Kecenderungan
sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaan-kepercayaan dan
pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan
bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-anggotanya.Hal itu
menimbulkan pertanyaan apakahan masyarakat sekuler mampu mempertahankan
ketertiban umum secara efektif tanpa adanya kekerasan institusional apabila
pengaruh agama sudah berkurang.
_______________________________________________________________________
2. Pelembagaan Agama
I.) Lembaga Agama
Lembaga
agama adalah suatu organisasi, yang disahkan oleh pemerintah dan berjalan
menurut keyakinan yang dianut oleh masing-masing agama. Hal yang harus
diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada,
unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.
Dimensi
ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan
pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-dimensi ini dapat
diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat dimensi
itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Beberapa
Pelembagaan Agama yang ada di Indonesia yang mengurusi agamanya :
1.) Islam : MUI
MUI
atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi
ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan
mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri
pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di
Jakarta, Indonesia.
2.) Kristen : Persekutuan
Gereja-gereja Indonesia (PGI)
PGI
(dulu disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei
1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia
untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah.
Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan
Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
3.) Katolik : Konferensi Wali
Gereja Indonesia (KWI)
Konferensi
Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang
beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan dan
kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing
Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup
dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang
menjadi anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak
termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai
oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan
jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon
(Ambon memiliki 2 uskup)
4.) Hindu : Parisada
Parisada
Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat Hindu
Indonesia.
5.) Budha : MBI
Majelis
Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia. Majelis ini
didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4
Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa
Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai
oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
6.) Konghucu : MATAKIN
Majelis
Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah organisasi
yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi ini
didirikan pada tahun1955.
Keberadaan
umat beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau
Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan
kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini.
Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama
Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu
itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi
telah dijadikan Agama Negara.
II.) Kaitan Agama dan Masyarakat
Menurut
Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara
utuh.
1.) Masyarakat- masyarakat industri
secular.
Masyarakat
industri bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua
aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik,
tetapi yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan
sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi
penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin
terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam
menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular
semakin meluas.
2.) Masyarakat- masyarakat pra-
industri yang sedang berkembang.
Keadaan
masyarakat tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi
daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai
dalam tipe masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-
upacara tertentu.
3.) Masyarakat yang terbelakang dan
nilai- nilai sakral.
Masyarakat
tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama
yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok
keagamaan adalah sama.
_______________________________________________________________________
3. Contoh-Contoh dan Kaitannya Tentang
Konflik yang Ada dalam Agama dan Masyarakat
I.) Sejarah Konflik Agama
Dalam
perjalannya sejarah, sejak kepercayaan animisme dan dinamisme sampai
monotheisme menjadi agama yang paling banyak dianut di muka bumi ini agama
hampir selalu menciptakan perpecahan. Sebagai contoh, dalam agama India,
khususnya Hindu-Budha, agama yang dibawa Sidharta Gautama ini merupakan rekasi
dari ekses negative yang di bawa oleh agama Hindu. Walaupun agama Budha
disebarkan dengan damai namun dapat dengan jelas terlihat bahwa masalah
pembagian kasta dalam bingkai caturvarna menjadi masalah utama.
Pada
awalnya memang pembagian kasta ini merupakan spesialisasi pekerjaan, ada yang
menjadi pemimpin agama, penguasa dan prajurit, dan rakyat biasa. Namun, dalam
perjalannya terjadi penghisapan terutama dari pemimpin agama, prajurit, dan
penguasa terhadap rakyat jelata. Implementasi yang salah dari caturvarna inilah
yang diprotes dengan halus oleh Budha yang pada awalnya tidak menyebut diri
mereka sebagai agama, tetapi berfungsi menebarkan cinta kasih terhadap sesama
mahluk hidup, bukan saja manusia, tetapi juga hewan, dan tumbuhan. Sebagai
reaksi dari meluasnya pengaruh Budha, Otoritas Hindu kemudian mengadakan
pembersihan terhadap pengaruh Budha ini. Namun demikian, karena ajaran Budha
lebih bersifat egaliter, usaha otoritas hindu ini menemui jalan buntu, bahkan
agama Bundha sendiri dapat berkembang jauh lebih pesat dari pada agama Hindu,
dan mendapat banyak pemeluk di Negara Tiongkok di kemudian hari.
Selain
itu unsur konflik yang terbesar terjadi pula pada pengikut agama terbesar di
dunia yaitu Abraham Religions, atau agama yang diturungkan oleh Abraham, yaitu
Yahudi, Nasrani, dan Islam. Tulisan ini hanya membatasi pada penggambaran
konflik di antara ketiga agama tersebut, bukan pada konflik intern dalam
masing-masing agama tersebut. Inti dari agama-agama Abraham ini adalah akan
datang nabi terakhir yang akan menyelamatkan dunia ini. Hal yang menjadi
masalah utama adalah tidak ada kesepakatan diantara ketiga agama tersebut
tentang siapa nabi yang akan datang tersebut. Pihak Yahudi menyatakan belum
datang nabi terakhir itu, sedangkan pihak Nasrani mengatakan Nabi Isa (Yesus
Kristus) adalah nabi terakhir, lalu Islam mengklaim Nabi Muhhamad sebagai nabi
terakhir. Keadaan ini kemudian semakin diperparah ketika tidak ada pengakuan
dari masing-masing agam yang masih bersaudara tersebut. Ketika berbagai unsure
non-theologis, khususnya politik, ekonomi, dan budaya, menyusup ke dalam
masalah ini, konflik memang tidak dapat dielakkan.
II.) Konflik
Berbagai
konflik diantara agama-agama dipaparkan secara khusus:
1.) Konflik antara Yahudi dan
Nasrani.
Walaupun
sumber konflik ini didasarkan atas kitab suci namun justru unsur dogmatis agama
ini sangat mendukung pengambaran konflik yang terjadi. Menurut versi Yahudi,
Nasrani adalah agama yang sesat karena menganggap Yesus sebagai mesias (juru
selamat). Dalam pandangan Yahudi sendiri Yesus adalah penista agama yang paling
berbahaya karena menganggap dirinya adalah anak Allah, sampai akhirnya otoritas
Yahudi sendiri menghukum mati Yesus dengan cara disalibkan, sebuah jenis
hukuman bagi penjahat kelas kakap pada waktu itu. Sedangkan menurut pandangan
Kristen, umat Yahudi adalah umat pilihan Allah yang justru menghianati Allah
itu sendiri. Untuk itu Yesus datang ke dunia demi menyelamatkan umat tersebut
dari murka Allah. Dalam beberapa kesempatan, misalnya, ketika Yesus mengamuk di
bait Allah karena dipakai sebagai tempat berjualan, atau dalam kasus lain yaitu
penolakan orang Israel terhadap ajaran Yesus.
2.) Konflik Islam-Kristen.
Konflik
ini pada awalnya diilhami oleh kepercayaan bahwa Islam memandang Nasrani
sebagai agama kafir karena mempercayai Yesus sebagai anak Allah, padahal dalam
ajaran Islam Nabi Isa (Yesus) merupakan nabi biasa yang pamornya kalah dari
nabi utama mereka Muhammad S.A.W. Konflik ini pada awalnya hanya pada tataran
kepercayaan saja, namun ketika unsur politis, ekonomi, dan budaya masuk, maka
konflik yang bermuara pada pecahnya Perang Salib selama beberapa abad
menegaskan rivalitas Islam-Kristen sampai sekarang. Konflik itu sendiri muncul
ketika Agama Kristen dan Islam mencapai puncak kejayaannya berusaha menunjukkan
dominasinya. Ketika itu Islam yang berusaha meluaskan pengaruhnya ke Eropa,
mendapat tantangan dari Nasrani yang terlebih dahulu ada dan telah mapan.
Puncak pertempuran itu sebenarnya terjadi ketika perebutan Kota Suci Jerusalem
yang akhirnya dimenangkan tentara salib. Sebagai balasan, Islam kemudian
berhasil merebut Konstatinopel yang merupakan poros dagang Eropa-Asia pada saat
itu.
3.) Konflik Yahudi-Islam.
Konflik
ini berawal dari kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang dijanjikan Allah
kepada mereka yang dipercayai terletak di daerah Israel, termasuk Yerusalem,
sekarang. Pasca perbudakan Mesir, ketika orang Yahudi melakukan eksodus ke
Mesir namun kemudian malah diperbudak sampai akhirnya diselamatkan oleh Musa,
orang Yahudi kemudian kembali ke tanah mereka yang lama, yaitu Israel. Akan
tetapi, pada saat itu orang Arab telah bermukim di daerah itu. Didasarkan atas
kepercayaan itu, kemudian orang Yahudi mulai mengusir Orang Arab yang beragama
Islam itu. Inilah sebenarnya yang menjadi akar konflik Israel dan Palestina
dalam rangka memperebutkan Jerusalem. Konflik ini semakin panas ketika unsure
politis mulai masuk.
_______________________________________________________________________
Many
Thanks To :
Gunadarma
University.
_______________________________________________________________________
Created
By :
Raka
Nur Satrio
27313214
1
TB 03
Ilmu
Sosial Dasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar